
Misteri Batu Keramat Nguter: Kisah Batu Kecil yang Tak Tergoyahkan di Petilasan Malawapati Sukoharjo
Di balik hiruk pikuk Kabupaten Sukoharjo—yang dikenal sebagai **Kota Jamu**—tersembunyi sebuah kisah spiritual yang hidup di Kecamatan Nguter. Bukan tentang ramuan tradisional, melainkan tentang sebuah batu yang menyimpan misteri besar. Batu Keramat Nguter yang terletak di **Dukuh Sari Wangi, Desa Tanjung**, bukan sekadar objek fisik, tetapi adalah simbol kuat dari kepercayaan lokal dan warisan budaya Jawa.
Batu ini berdiri di sebuah lokasi hening yang dikenal sebagai **Malawapati**, sebuah area yang diselimuti pepohonan rindang dan dikelilingi aura spiritual yang kental. Apa yang membuat batu berukuran relatif kecil ini begitu istimewa? Jawabannya terletak pada keunikannya: batu ini konon **tidak bisa digoyahkan atau dipindahkan** oleh kekuatan manusia biasa.
1. Keunikan Fisik dan Misteri Batu Angker
Batu Keramat ini berada di tepi lahan di Malawapati, tepat di bawah lindungan sebuah pohon beringin putih—pohon yang dalam kosmologi Jawa sering dianggap sebagai penjaga tempat sakral. Secara fisik, batu tersebut tampak sederhana, hanya berdiameter sekitar **dua setengah jengkal tangan orang dewasa**.
Inilah inti dari misterinya: ukurannya yang kecil berbanding terbalik dengan kekuatannya. Berbagai kesaksian menyebutkan bahwa upaya fisik, bahkan oleh sekelompok orang kuat (lima hingga sepuluh orang) yang mencoba mengangkat atau menggesernya, selalu berujung pada kegagalan. Batu tersebut seolah memiliki jangkar tak kasat mata yang menahannya di tempat.
Keunikan inilah yang menjadikan Batu Keramat Nguter begitu menarik. Ia mewakili dikotomi antara logika (batu kecil seharusnya mudah dipindahkan) dan kepercayaan (batu ini memiliki penunggu atau ‘kuasa’ khusus), menjadikannya ‘pengait’ yang kuat dalam narasi budaya lokal.
2. Asal-Usul: Ketika Fisik Tunduk pada Spiritual
Sejarah keberadaan batu ini di Nguter bermula dari masa proyek pembangunan jalan raya Sukoharjo–Tawangsari. Batu tersebut, yang merupakan sisa material proyek, ditemukan tidak bisa dipecahkan atau dipindahkan oleh para pekerja proyek. Karena ketidakmampuan teknis, batu itu akhirnya ditinggalkan begitu saja di tepi jalan.
Pada saat itulah muncul sosok kunci dalam kisah ini, yaitu seorang warga lokal bernama **Pramono** (suami dari Ibu Suwarti). Pramono, yang mengetahui cerita batu tak bertuan itu, menunjukkan suatu cara yang tidak lazim. Beliau tidak mengandalkan otot, melainkan melakukan doa di dekat batu.
Ajaibnya, setelah Pramono berdoa, para pekerja proyek tiba-tiba mampu mengangkat batu tersebut. Meskipun masih memerlukan tenaga kolektif (lebih dari 10 orang) dan bantuan becak, batu itu berhasil dipindahkan. Pramono kemudian menempatkannya di area Malawapati, dekat pohon beringin putih. Hingga puluhan tahun kemudian, posisi batu itu tidak pernah bergeser, menegaskan klaim Pramono yang pernah berkata bahwa batu itu telah menjadi ‘kuasa’ atau miliknya.
“Kisah ini mengajarkan bahwa dalam konteks spiritual Jawa, kekuatan batin dan penghormatan terhadap alam seringkali dianggap lebih tinggi daripada kekuatan fisik atau teknologi.”
3. Malawapati: Petilasan Angling Darma dan Tradisi Spiritual
Kawasan Malawapati dengan luas sekitar 4.000 m² tidak hanya dikenal karena batunya, tetapi juga karena keyakinan bahwa area ini adalah bekas **petilasan Ratu Angling Darma** dari masa Kerajaan Majapahit.
Secara umum, Angling Darma dikenal sebagai seorang Prabu (Raja) dari Kerajaan Malawapati. Penamaan ‘Ratu Angling Darma’ di situs Nguter ini diyakini oleh sebagian warga sebagai bentuk penghormatan spesifik terhadap figur wanita pendamping raja atau leluhur wanita sakti di lokasi tersebut, memberikan dimensi spiritual yang unik dibandingkan situs Angling Darma di daerah lain.
Di tempat inilah, tradisi spiritual terus hidup. Pengunjung dari berbagai daerah—mulai dari Demak, Pati, hingga Karanganyar—datang untuk melakukan ritual, seperti:
- **Tirakat** (meditasi dan ritual penyendirian).
- Memberikan sesaji sebagai bentuk penghormatan.
- Meminta doa atau *ngalap berkah*—seringkali ditujukan kepada mendiang Pramono yang dianggap sebagai juru kunci gaib.
Waktu kunjungan ramai biasanya jatuh pada malam **Jumat Kliwon** dan malam **Selasa Kliwon**. Dua hari pasaran dalam penanggalan Jawa ini diyakini memiliki energi spiritual yang kuat dan sering dipilih untuk ritual khusus.
4. Kesimpulan dan Nilai Budaya Nguter
Batu Keramat Nguter adalah perpaduan antara legenda, sejarah lokal, dan praktik spiritual. Ia menunjukkan bagaimana sebuah objek alam biasa dapat menjadi titik fokus kebudayaan dan kepercayaan. Keberadaan batu ini semakin memperkaya identitas Nguter, yang telah lama dikenal sebagai **sentra jamu tradisional** di Sukoharjo—sebuah wilayah yang kental dengan warisan kearifan lokal, baik yang bersifat fisik maupun spiritual.
Bagi peziarah atau wisatawan, kunjungan ke Malawapati menawarkan kesempatan untuk merefleksikan pentingnya harmoni antara alam dan kepercayaan batin, sebuah pelajaran humanis yang jauh melampaui sekadar cerita misteri.
Rekomendasi untuk Pengembangan Lanjutan
Untuk meningkatkan nilai edukasi artikel ini, penting untuk mencari detail tambahan mengenai:
- **Testimoni Mendalam:** Pengalaman pengunjung yang mencoba mengangkat batu atau yang melakukan tirakat di sana.
- **Konteks Sejarah:** Menggali lebih dalam korelasi antara Nguter, Majapahit, dan legenda Angling Darma, serta mengapa penyebutan ‘Ratu’ Angling Darma begitu dominan di lokasi ini.
- **Pariwisata Lokal:** Menghubungkan situs ini dengan Makam Mbah Lenguk di Pasar Nguter, atau Pasar Jamu Nguter, sebagai satu rangkaian wisata spiritual-budaya khas Sukoharjo.






