
Pedalangan adalah salah satu seni yang berkembang di Negara Indonesia. Daerah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat mempunyai gaya dan penampilan yang berbeda baik dari segi iringan, jalan cerita begitu juga bentuk wayang. Wayang kulit, terbuat dari kulit sapi, kerbau atau kulit kambing kemudian wayang golek terbuat dari kayu.
Dalam pembuatan wayang, memang diperlukan ketelitian dan kesabaran, karena tidak lepas dari seni rupa seperti menatah ukir, mewarnai dan pengukuran. Karater wayang juga berbeda satu dengan lainnya. Keperluan dalam seni pedalangan sangatlah kompleks dan lengkap, karena mencakup hampir semua seni dan budaya.
Jaman sekarang tidak hanya gamelan saja yang masuk dalam seni pedalangan, bahkan alat musik barat sekarang juga ikut kolaborasi dalam seni pedalangan. Pagelaran wayang kulit memiliki beberapa Pathet yang membangun suasana dalam pertunjukannya.
Jalan cerita dibangun dengan iringan gamelan, dalam iringan itulah pathet yang membedakan rasa suasana dan greget susunan adegan dalam pagelaran. Pathet-pathet yang akan kita bahas bukan hanya mengenalkan kepada semua pembaca namun setiap bagian mempunyai filosofi kehidupan yang dalam, mengingat pagelaran wayang bukan hanya tontonan namun juga tuntunan.
Pagelaran Wayang Kulit adalah pertunjukan seni tradisional Indonesia yang menggunakan wayang kulit (puppet) untuk menceritakan cerita, biasanya diiringi dengan musik gamelan. “Wayang kulit” sendiri adalah seni pertunjukan yang berasal dari Jawa, di mana wayang yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau digunakan sebagai media untuk menggambarkan berbagai karakter dalam cerita.
Dalam pagelaran wayang kulit, dalang (pencerita) memainkan peran penting. Dalang tidak hanya menggerakkan wayang kulit dengan tangan, tetapi juga menyuarakan berbagai karakter dalam cerita, memberikan suara dan dialog, serta mengatur jalannya pertunjukan. Cerita yang dipilih biasanya merupakan kisah-kisah dari epos Mahabharata atau Ramayana, atau cerita rakyat lainnya yang sarat dengan nilai moral dan filosofis.
Berikut adalah beberapa elemen utama dalam pagelaran wayang kulit:
- Wayang: Boneka kulit yang digerakkan oleh dalang. Setiap wayang mewakili karakter tertentu, baik yang baik (pandawa) maupun yang jahat (kurawa), dan masing-masing memiliki ciri khas fisik serta sifat yang ditampilkan dalam pertunjukan.
- Dalang: Pemandu utama yang menggerakkan wayang, memberikan suara untuk setiap karakter, serta mengatur alur cerita. Dalang juga memimpin dan mengatur musik pengiring.
- Gamelan: Musik tradisional yang biasanya digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, terutama gamelan Jawa yang terdiri dari berbagai instrumen seperti gong, kenong, saron, dan bonang.
- Cerita: Kisah yang disampaikan dalam pagelaran wayang kulit dapat berupa cerita epik dari Mahabharata, Ramayana, atau mitologi lokal. Cerita tersebut tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sarat dengan pesan moral, etika, dan ajaran-ajaran kehidupan.
- Proses Pagelaran: Pagelaran wayang kulit biasanya berlangsung selama beberapa jam, bahkan ada yang bisa berlangsung hingga tengah malam atau lebih. Penonton tidak hanya menikmati cerita, tetapi juga sering terlibat dalam suasana magis yang diciptakan oleh musik, cahaya, dan interaksi antara dalang dengan wayang.
Pagelaran wayang kulit merupakan bagian dari warisan budaya Indonesia yang diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia yang tak benda. Pertunjukan ini memiliki nilai seni yang tinggi, dan sering kali digunakan untuk acara-acara penting seperti upacara adat, perayaan, atau bahkan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan moral kepada masyarakat.
Sebelum membahas lebih dalam perlu diketahui bahwa laras atau gamelan Jawa memiliki jumlah dua yaitu Slendro dan Pelog. Dua Laras tersebut memiliki frekuensi dan rasa yang berbeda, akan kita bahas pada artikel lainya.
Pathet Nem
Para pembaca, Pathet Nem pada pagelaran wayang dapat digunakan dengan Laras Slendro ataupun Pelog. Dalam pathet ini memiliki rasa yang semeleh (tenang), adegan dalam pathet ini membahas tentang awal mula suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi. Permulaan suatu kejadian atau masalah yang nanti akhirnya tokoh wayang akan mencari penyebab dan ide jalan keluarnya. Adegan ini biasanya dalam pakeliran disebut dengan JEJER. Jejer adalah adegan paling pertama dalam adegan pakeliran. Setelah jejer biasanya adegan taman dan limbukan. Limbukan adalah dimana tokoh Limbuk dan Cangik tampil. disini dalang dan para penonton bisa saling berinteraksi. Isi adegan limbukan biasanya lagu-lagu yang menghibur selain itu sang dalang biasanya juga menambahkan nilai-nilai moral dan nilai kemanusiaan. Setelah limbukan Berakhir maka adegan selanjutnya adalah BUDHALAN. Budalan adalah kelanjutan dari adegan jejer, setelah sang ratu memutuskan dan mendapat ide jalan keluar, akhirnya memerintah para prajurit untuk mencari atau menlajutkan perintah sang raja. Dalam perjalanan adegan ada suatu konflik yang terjadi, ini adalah adegan PERANG GAGAL. Perang Gagal bisa dibilang konflik dalam menemukan ide jalan keluar. Setelah adegan semua diatas, maka selanjutnya adalah adegan Pathet Sanga.
PATHET SANGA
Pathet sanga kelanjutan dari pathet nem, dalam suasana ini menggambarkan pertengahan adegan yang akan memberi titik-titik pencerahan dalam perjalanan lakon. Pathet Sanga penuh dengan adegan menarik, yaitu GORO-GORO, dan PERANG KEMBANG. Goro-goro dimana punakawan ( Semar, Gareng, Petruk, Bagong ), bersama tokoh ALUSAN biasanya seperti Arjuna, Abimanyu dan sebagainya ( tokoh-tokoh bisa berganti sesuai dengan kebutuhan lakon). Setelah Punokawan memberikan nasehat dan cara supaya sang tokoh mendapat petunjuk, kemudian segera ke adegan perang kembang. Perang kembang adalah adegan Arjuna/Abimanyu melawan Raseksa Cakil, menggambarkan dalam kehidupan ini untuk mengontrol hawa napsu dengan iman, taqwa dan sabar. Cakil dengan tarian lincahnya dan melawan Arjuna yang sabar dan tenang, sangat menggambarkan manusia yang harus super. Adegan ini sangat mengandung filosofi yang penuh dengan nilai bukan?, tak heran jika Dunia menjadikan seni wayang kulit adalah seni yang diakui.
PATHET MANYURA
Dalam adegan-adegan pathet ini, adalah dimana puncak masalah dan penyelesaiannya terjadi. Tokoh-tokoh jahat dan baik mulai melakukan interaksi atau bahkan konflik. Adegan ini dimana yang menabur kejahatan akan menuai hasilnya, dan yang baik akan mendapat ganjarannya. Biasanya adegan ini tokoh baik akan mendapat anugrah (wahyu), dan perjalanan hidupnya mendapat pencerahan.
Kesimpulan
Dengan artikel diatas, menjadikan kita tahu bahwa dalam seni pedalangan serta pagelarannya tidak semata-mata hanya hiburan dan hura-hura saja. Miris melihat fenomena pagelaran wayang saat ini yang hanya mengedepankan hura-hura namun nilai dan pesannya hanya bisa dihitung jari. Semoga dunia wayang kulit semakin membaik dan semakin jaya. Harapan kita kepada generasi penerus untuk lebih mengerti apa itu pagelaran wayang kulit dan pesan, nasehat serta nilanya, guna untuk bisa menambah wawasan dalam mengarungi kehidupan ini.